Kisah Pemuda yang memimpikan Bidadari bermata Jeli
Kisah seorang pemuda dan bidadari
bermata jeli
Saif Al Battar
Selasa,
1 Mei 2012 06:24:10
(Arrahmah.com) - Abdul
Wahid bin Zaid berkata, "Ketika kami sedang duduk-duduk di majelis kami,
aku pun sudah siap dengan pakaian perangku, karena ada komando untuk
bersiap-siap sejak Senin pagi. Kemudian saja ada seorang laki-laki membaca
ayat, (artinya) ‘Sesungguhnya Allah
membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan memberi
Surga.' (At-Taubah: 111). Aku menyambut, "Ya, kekasihku."
Laki-laki itu berkata, "Aku bersaksi kepadamu wahai Abdul
Wahid, sesungguhnya aku telah menjual jiwa dan hartaku dengan harapan aku
memperoleh Surga."
Aku menjawab, "Sesungguhnya ketajaman pedang itu melebihi
segala-galanya. Dan engkau sajalah orang yang aku sukai, aku khawatir manakala
engkau tidak mampu bersabar dan tidak mendapatkan keuntungan dari perdagangan
ini."
Laki-laki itu berkata, "Wahai Abdul
Wahid, aku telah berjual beli kepada Allah dengan harapan mendapat Surga, mana
mungkin jual beli yang aku persaksikan kepadamu itu akan melemah." Dia
berkata, "Nampaknya aku memprihatinkan kemampuan kami semua, kalau orang
kesayanganku saja mampu berbuat, apakah kami tidak?" Kemudian lelaki itu
menginfakkan seluruh hartanya di jalan Allah kecuali seekor kuda, senjata dan
sekedar bekal untuk perang. Ketika kami telah berada di
medan perang dialah laki-laki pertama kali yang tiba di tempat
tersebut. Dia berkata, "Assalamu
'alaika wahai Abdul Wahid," Aku menjawab, "Wa'alaikumussalam warahmatullah wa barakatuh,
alangkah beruntungnya perniagaan ini."
Kemudian kami berangkat menuju medan perang, lelaki tersebut
senantiasa berpuasa di siang hari dan qiyamullail pada malam harinya melayani
kami dan menggembalakan hewan ternak kami serta menjaga kami ketika kami tidur,
sampai kami tiba di wilayah Romawi.
Ketika kami sedang duduk-duduk pada suatu hari, tiba-tiba dia
datang sambil berkata, "Betapa rindunya aku kepada bidadari bermata
jeli." Kawan-kawanku berkata, "Sepertinya laki-laki itu sudah mulai
linglung." Dia mendekati kami lalu berkata, "Wahai Abdul Wahid, aku
sudah tidak sabar lagi, aku sangat rindu pada bidadari bermata jeli." Aku
bertanya, "Wahai saudaraku, siapa yang kamu maksud dengan bidadari bermata
jeli itu." Laki-laki itu menjawab, "Ketika itu aku sedang tidur,
tiba-tiba aku bermimpi ada seseorang datang menemuiku, dia berkata, ‘Pergilah
kamu menemui bidadari bermata jeli.' Seseorang dalam mimpiku itu mendorongku
untuk menuju sebuah taman di pinggir sebuah sungai yang berair jernih. Di taman
itu ada beberapa pelayan cantik memakai perhiasan sangat indah sampai-sampai
aku tidak mampu mengungkapkan keindahannya.
Ketika para pelayan cantik itu melihatku,
mereka memberi kabar gembira sambil berkata, ‘Demi Allah, suami bidadari ber-mata
jeli itu telah tiba.' Kemudian aku berkata, ‘Assalamu
‘alaikunna, apakah di antara kalian ada bidadari bermata jeli?'
Pelayan cantik itu menjawab, ‘Tidak, kami sekedar pelayan dan pembantu bidadari
bermata jeli. Silahkan terus!'
Aku pun meneruskan maju mengikuti perintahnya,
aku tiba di sebuah sungai yang mengalir air susu, tidak berubah warna dan
rasanya, berada di sebuah taman dengan berbagai perhiasan. Di dalamnya juga
terdapat pelayan bidadari cantik dengan mengenakan berbagai perhiasan. Begitu aku
melihat mereka aku terpesona. Ketika mereka melihatku mereka memberi kabar
gembira dan berkata kepadaku, ‘Demi Allah telah datang suami bidadari bermata
jeli.' Aku bertanya, ‘Assalamualaikunna,
apakah di antara kalian ada bidadari bermata jeli?' Mereka menjawab, Waalaikassalam wahaiwaliyullah, kami ini sekedar budak dan pelayan bidadari
bermata jeli, silahkan terus.'
Aku pun meneruskan maju, ternyata aku berada di sebuah sungai
khamr berada di pinggir lembah, di sana terdapat bidadari-bidadari sangat cantik
yang membuat aku lupa dengan kecantikan bidadari-bidadari yang telah aku lewati
sebelumnya. Aku berkata, ‘Assalamu alaikunna, apakah di antara kalian ada
bidadari bermata jeli?' Mereka menjawab, ‘Tidak, kami sekedar pembantu dan
pelayan bidadari bermata jeli, silahkan maju ke depan.'
Aku berjalan maju, aku tiba di sebuah sungai
yang mengalirkan madu asli di sebuah taman dengan bidadari-bidadari sangat
cantik berkilauan wajahnya dan sangat jelita, membuat aku lupa dengan
kecantikan para bidadari sebelumnya. Aku bertanya, ‘Assalamu alaikunna, apakah di antara kalian
ada bidadari bermata jeli?' Mereka menjawab, ‘Wahai waliyurrahman, kami ini pembantu dan
pelayan bidadari jelita, silahkan maju lagi.'
Aku berjalan maju mengikuti perintahnya, aku tiba di se-buah
tenda terbuat dari mutiara yang dilubangi, di depan tenda terdapat seorang
bidadari cantik dengan memakai pakaian dan perhiasan yang aku sendiri tidak
mampu mengungkapka keindahannya. Begitu bidadari itu melihatku dia memberi
kabar gembira kepadaku dan memanggil dari arah tenda, ‘Wahai bidadari bermata
jeli, suamimu datang!'
Kemudian aku mendekati kemah tersebut lalu masuk. Aku mendapati
bidadari itu duduk di atas ranjang yang terbuat dari emas, bertahta intan dan
berlian. Begitu aku melihatnya aku terpesona sementara itu dia menyambutku
dengan berkata, ‘Selamat datang waliyurrahman, telah hampir tiba waktu kita
bertemu.' Aku pun maju untuk memeluknya, tiba-tiba ia berkata, ‘Sebentar, belum
saatnya engkau memelukku karena dalam tubuhmu masih ada ruh kehidupan.
Tenanglah, engkau akan berbuka puasa bersamaku di kediamanku, insya Allah. ‘
Seketika itu aku bangun dari tidurku wahai Abdul Wahid. Kini aku
sudah tidak bersabar lagi, ingin bertemu dengan bida-dari bermata jeli
itu."
Abdul Wahid menuturkan, "Belum lagi pembicaraan kami
(cerita tentang mimpi) selesai, kami mendengar pasukan musuh telah mulai
menyerang kami, maka kami pun bergegas meng-angkat senjata begitu juga lelaki
itu.
Setelah peperangan berakhir, kami menghitung jumlah para korban,
kami menemukan 9 orang musuh tewas dibunuh oleh lelaki itu, dan ia adalah orang
ke sepuluh yang terbunuh. Ketika aku melintas di dekat jenazahnya aku lihat,
tubuhnya berlu-muran darah sementara bibirnya tersenyum yang mengantarkan pada
akhir hidupnya."
Sumber: 99 Kisah Orang
Shalih, Penerbit Darul Haq
(Muslimahzone.com)
